Powered By Blogger

Cari Blog Ini

28 September 2012

Jangan Menunggu Terdesak Untuk Menumbuhkan Motivasi

Oleh: Ei
"Pak, tolong bantu saya karena anak saya malah ke sekolah jadi anak saya sering bolos".
Pak, bagaimana dengan anak saya ini? Dia susah sekali kalau disuruh belajar jadi nilai raportnya selalu saja jeblok".
Keluhan-keluha di atas sering disampaikan orang tua atau wali murid kepada saya yang kebetulan juga menangani kesiswaan di salah satu sekolah. Hal-hal semacam ini sering sekali terlontar dari para orang tua ketika anak-anak mereka mengalami masalah baik dalam hal belajar maupun hal-hal yang lainnya. ujung-ujungnya adalah minta tolong agar anak-anaknya diberi wejangan, peringatan bahkan dari
orang tua itu sendiri minta anaknya untuk diberikan hukuman. Tujuannya adalah satu yaitu menumbuhkan motivasi belajar anak-anaknya, sehingga dapat berhasil dalam mengarungi karir pendidikannya.
Baiklah, kalau kita amati kasus diatas merupakan salah satu contoh bagaimana upaya setiap orang dalam
usahanya menumbuhkan motivasi ketika krisis semangat sudah mulai melanda. Sebenarnya masalah-masalah seperti ini tidak hanya terjadi dikalangan pendidikan atau pelajar saja. Bahkan pada lingkungan organisasi-organisasi besarpun hali ini sangat sering terjadi, sehingga para pimpinan organisasi sering mengadakan training-training baik secara berkala maupun insidental. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah untuk memperhatikan motivasi itu sendiri harus menunggu kinerja loyo dulu?
Sebelum kita bahas masalah ini lebih lanjut, saya ajak anda untuk menelaah sedikit tentang arti dari motivasi itu sendiri.
Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi 2002) motivasi merupakan sejumlah proses yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Dalam bahasan ini saya menyimpulkan bahwa motivasi lebih berkenaan pada timbulnya sebuah antusiasme dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang pastinya dengan tujuan-tujuan tertentu pula.
Selanjutnya kita akan membahahas mengenai teori motivasi, yang mana banyak para ahli dengan panjang lebar membahas tentang teori motivasi menurut versinya masing-masing. Namun pada kesempatan kali ini saya akan ajak anda membahas teori motivasi Abraham Maslow.
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
 
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Dengan memperhatikan teori motivasi Abraham Maslow dengan piramid hirarki kebutuhan Maslownya dan dengan menelusuri permasalahan yang terjadi khususnya dikalangan pelajar yang bermasalah, ternyata dalam pemenuhan kebutuhan dan menjaga eksistensi motivasi selama ini banyak yang tidak sampai pada pemerhatian puncak piramid. Salah satu contohnya kalau kita lihat pada kasus yang awal tadi ternyata menurut hasil penelusuran saya, mayoritas siswa yang memiliki motivasi rendah adalah siswa yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tua. Misalkan dengan memberikan sentuhan kasih sayang yang bersifat pendekatan secara persuasif seperti canda, diskusi keluarga kepada anak dan tidak hanya memberikan simbol kasih sayang dengan wujud materi saja. Ironisnya saat ini banyak orang tua baru memberikan perhatian kepada anaknya ketika masalah sudah melanda anaknya atau bahkan sudah masuk dalam kategori krisis. Hal ini sama saja juga berlaku pada sebuah organisasi baik perusahaan maupun jawatan, banyak pimpinan yang kurang memperhatikan bagaimana anak buahnya bekerja. Tidak ada kontrol, tidak ada evaluasi ujung-ujungnya kalau ada masalah diselesaikan dengan hukuman. Ancaman atau hukuman memang diperlukan dalam memacu kinerja anak buah atau karyawan. Namun kalau kita perhatikan sebagaimana yang tampak pada piramid Hirarki Kebutuhan Maslow, bukankah manusia juga mempunyai kebutuhan rasa harga diri dalam upayanya untuk mengaktualisasikan dirinya? Kalau hal itu kita penuhi dengan memberikan apresiasi yang mungkin dengan sekedar pujian pada kinerjanya maka ini saya nilai lebih efektif dibandingkan dengan hukuman-hukuman dalam upaya memupuk semangat dan menumbuhkan motivasi.
Kesimpulannya, dalam menumbuhkan dan menjaga eksistensi motivasi saya kira kurang baik bila harus menunggu keadaan sudah mendesak. Yang saya maksud dengan mendesak adalah terjadinya krisis motivasi, lemahnya semangat kerja dan ujung-ujungnya menurunnya produktifitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar