Jangan Menunggu Terdesak Untuk Menumbuhkan Motivasi
Oleh: Ei
Pak, bagaimana dengan anak saya ini? Dia susah sekali kalau disuruh belajar jadi nilai raportnya selalu saja jeblok".
Keluhan-keluha di atas sering disampaikan orang tua atau wali murid
kepada saya yang kebetulan juga menangani kesiswaan di salah satu
sekolah. Hal-hal semacam ini sering sekali terlontar dari para orang tua
ketika anak-anak mereka mengalami masalah baik dalam hal belajar maupun
hal-hal yang lainnya. ujung-ujungnya adalah minta tolong agar
anak-anaknya diberi wejangan, peringatan bahkan dari
orang tua itu sendiri minta anaknya untuk diberikan hukuman. Tujuannya adalah satu yaitu menumbuhkan motivasi belajar anak-anaknya, sehingga dapat berhasil dalam mengarungi karir pendidikannya.
orang tua itu sendiri minta anaknya untuk diberikan hukuman. Tujuannya adalah satu yaitu menumbuhkan motivasi belajar anak-anaknya, sehingga dapat berhasil dalam mengarungi karir pendidikannya.
Baiklah, kalau kita amati kasus diatas merupakan salah satu contoh bagaimana upaya setiap orang dalam
usahanya menumbuhkan motivasi ketika krisis semangat sudah mulai
melanda. Sebenarnya masalah-masalah seperti ini tidak hanya terjadi
dikalangan pendidikan atau pelajar saja. Bahkan pada lingkungan
organisasi-organisasi besarpun hali ini sangat sering terjadi, sehingga
para pimpinan organisasi sering mengadakan training-training baik secara
berkala maupun insidental. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah untuk
memperhatikan motivasi itu sendiri harus menunggu kinerja loyo dulu?
Sebelum kita bahas masalah ini lebih lanjut, saya ajak anda untuk menelaah sedikit tentang arti dari motivasi itu sendiri.
Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses-proses
psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya
persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke
tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi 2002) motivasi merupakan sejumlah
proses yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu,
yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Dalam bahasan ini saya menyimpulkan bahwa motivasi lebih berkenaan pada
timbulnya sebuah antusiasme dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu yang pastinya dengan tujuan-tujuan tertentu pula.
Selanjutnya kita akan membahahas mengenai teori motivasi, yang mana
banyak para ahli dengan panjang lebar membahas tentang teori motivasi
menurut versinya masing-masing. Namun pada kesempatan kali ini saya akan
ajak anda membahas teori motivasi Abraham Maslow.
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa
pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5
tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan
terbawah. Lima
tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai
dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang
hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu
peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada
peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
• Kebutuhan
fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa
aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki
(berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi,
berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif:
mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian,
keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan
diri dan menyadari potensinya)
Dengan
memperhatikan teori motivasi Abraham Maslow dengan piramid hirarki
kebutuhan Maslownya dan dengan menelusuri permasalahan yang terjadi
khususnya dikalangan pelajar yang bermasalah, ternyata dalam pemenuhan
kebutuhan dan menjaga eksistensi motivasi selama ini banyak yang tidak
sampai pada pemerhatian puncak piramid. Salah satu contohnya kalau kita
lihat pada kasus yang awal tadi ternyata menurut hasil penelusuran saya,
mayoritas siswa yang memiliki motivasi rendah adalah siswa yang kurang
mendapatkan perhatian dari orang tua. Misalkan dengan memberikan
sentuhan kasih sayang yang bersifat pendekatan secara persuasif seperti
canda, diskusi keluarga kepada anak dan tidak hanya memberikan simbol
kasih sayang dengan wujud materi saja. Ironisnya saat ini banyak orang
tua baru memberikan perhatian kepada anaknya ketika masalah sudah
melanda anaknya atau bahkan sudah masuk dalam kategori krisis. Hal ini
sama saja juga berlaku pada sebuah organisasi baik perusahaan maupun
jawatan, banyak pimpinan yang kurang memperhatikan bagaimana anak
buahnya bekerja. Tidak ada kontrol, tidak ada evaluasi ujung-ujungnya
kalau ada masalah diselesaikan dengan hukuman. Ancaman atau hukuman
memang diperlukan dalam memacu kinerja anak buah atau karyawan. Namun
kalau kita perhatikan sebagaimana yang tampak pada piramid Hirarki
Kebutuhan Maslow, bukankah manusia juga mempunyai kebutuhan rasa harga
diri dalam upayanya untuk mengaktualisasikan dirinya? Kalau hal itu kita
penuhi dengan memberikan apresiasi yang mungkin dengan sekedar pujian
pada kinerjanya maka ini saya nilai lebih efektif dibandingkan dengan
hukuman-hukuman dalam upaya memupuk semangat dan menumbuhkan motivasi.
Kesimpulannya,
dalam menumbuhkan dan menjaga eksistensi motivasi saya kira kurang baik
bila harus menunggu keadaan sudah mendesak. Yang saya maksud dengan
mendesak adalah terjadinya krisis motivasi, lemahnya semangat kerja dan
ujung-ujungnya menurunnya produktifitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar